MASALAH EKONOMI DI NEGARA BERKEMBANG
Setelah memahami apa yang dimaksud dengan masalah ekonomi, kini kita akan mencoba menemukan hubungan yang nyata dari masalah ekonomi ini dengan kehidupan kita sehari-hari sebagai individu dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarkat, lingkungan negara bahkan lingkungan dunia. Setia hari kita selalu dihadapkan dengan masalah ekonomi. Dengan jumlah uang yang ia miliki, seorang pelajar harus menetukan apakah ia akan membeli buku, nonton bioskop, atau menraktir teman-temannya. Tidak hanya pelajar yang menghadapi masalah seperti ini. Orang tua, guru, pegawai negeri juga mengahadapi masalah yang sama. Orang tua kita harus mengambil keputusan yang terbaik dalam mengalokasikan penghasilan mereka untuk membeli kebutuhan pokok keluarga, membiayai pendidikan anak-anaknya, juga membiayai kesehatan seisi keluarga.Bila kita tarik lebih jauh lagi, negara kita pun menghadapi masalah ekonomi. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia setiap harinya harus menentukan banyak jumlah uang yang perlu dikeluarkan guna mengerakkan perekonomian negara. Begitu pula dengan Direktorat Jenderal Pajak yang harus bekerja keras untuk meningkatkan pemasukan pajak guna pembiayaan pembangunan, serta berbagai instansi yang lain juga harus memainkan perannya dengan baik agar roda perekonomian bangsa bisa terus berputar. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan bahwa seluruh warga negara beserta pemerintah menghadapi masalah ekonomi.
Pertanyaannya kini, sebagai negara berkembang, apakah masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara seperti Indonesia sama dengan masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara maju? Sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), negara kita Indonesia termasuk negara ke dalam negara berkembang. Atas dasar apakah sebuah negara dapat dikelompokkan menjadi negara berkembang? Menurut Michael P. Todaro, seorang profesor ilmu ekonomi di New York University, dalam bukunya yang berjudul Economic Developments, ada 10 masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara tersebut, ke 10 masalah itu adalah:
1. Standar Hidup yang Rendah
Pada hampir semua negara berkembang, standar hidup (levels of living) dari sebagian penduduknya sangat rendah. Sebutan rendah itu bukan hanya dalam pengertian global, yakni bila dibandingkan dengan standar hidup orang-orang di negara kaya, namun juga di dalam domesti, yakni bila dibandingkan dengan hidup gaya hidup golongan elit di negara mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut diwujudkan dalam bentuk jumlah pendapatan yang sedikit, perumahan yang kurang layak, bekal pendidikan yang minim, atau bahkan tidak ada dan peluang mendapatkan pekerjaan yang sangat rendah.
2. Pendapatan Nasional per Kapita
Angka total pendapatan atau produk nasional bruto (GNP-Gross National Products) per kapita merupakan konsep yang paling sering dipakai untuk ukuran tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu negara. Konsep GNP itu sendiri merupakan indikator atas besar-kecilnya aktivitas perekonomian secara keseluruhan. GNP adalah nilai moneter (dalam satuan uang) atas segenap kegiatan ekonomi yang dimiliki oleh penduduk suatu negara. Seperti yang dapat kalian lihat dalam grafik berikut ini, Indonesia menempati posisi terendah.
3. Tingkat Pertumbuhan Relatif Pendapatan Nasional dan Pendapatan per Kapita
Di samping tingkat pertumbuhan pendapatan per kapitanya yang begitu rendah, pertumbuhan pendapatan nasional (GNP) di banyak negara-negara berkembang (atau yang lebih dikenal dengan istilah Negara-negara Dunia Ketiga) lebih rendah daripada yang dicapai oleh negara-negara maju. Negara-negara Dunia ketiga ini pada umumnya mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam selama periode 1980-an. Selama dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, kesenjangan pendapatan (income gap) antara negara kaya dan negara miskin semakin dalam kecepatan yang sangat tinggi.
4. Distribusi Pendapatan Nasional
Terus melebarnya kesenjangan tingkat pendapatan per kapita antara negara-negara miskin bukanlah merupakan satu-satunya wujud melebarnya perbedaan waktu antara kelompok negara-negara kaya dan miskin. Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa tingkat pendapatan dari semua negara memang tidak sama. Sampai batas tertentu, selalu terdapat kesenjagan pendapat (income inequality). Antara orang kaya dan miskin di semua negara baik negara-negara maju maupun negara berkembang pasti terdapat perbedaan atau kesenjangan pendapatan. Hanya saja, ketimbang dinegara-negara berkembang ternyata jauh lebih parah atau lebih besar daripada yang ada di negara-negara maju.
5. Tingkat Kemiskinan
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada faktor utama, yakni tingkat (1) pendapatan nasional rata-rata, dan (2) lebar sempitnya kesenjangan dalam pembagian pendapatan. Jelas, bahwa setinggi apa pun tingkat pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama pembagian pendapatan nasional per kapita yang dicapai oleh suatu negara, selama pembagiannya pendapatan merata, maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata apa pun distribusi pendapatan di suatu negara, jika pendapatan nasional rata-ratanya tidak mengalami perbaikan, maka kemelaratan akan semakin luas.
6. Kesehatan
Selain harus membanting tulang untuk mendapatkan penghasilan yang tidak seberapa, banyak penduduk di negara Dunia ke tiga yang masih harus bejuang melawan kekurangan gizi dan hama penyakit. Tidak sedikit yang kemudian terpaksa menyerah, mati karena penyakit atau malnutrisi (kekurangan gizi). Meskipun kondisi kesehatan di banyak negara berkembang sudah mengalami perbaikan berarti sejak tahun 1960, namun pada kenyataannya, pada tahun 1998 rata-rata usia harapan hidup di negara-negara yang paling terbelakang di dunia hanya mencapai 48 tahun; bandingkan dengan usia 63 tahun di negara-negara Dunia Ketiga lainnya, dan usia 75 tahun di negara-negara maju. Tingkat kematian bayi (infant mortality rates), yakni jumlah anak usia yang mati sebelum berusia 1 tahun untuk setiap 1000 kelahiran, di negara-negara yang paling terbelakang rata-rata mencapai 96; sedangkan di negara berkembang lainnya mencapai 64, dan 8 di negara-negara maju.
Pada pertengahan tahun 1970-an, lebih dari satu miliyar penduduk atau hampir 50 persen penduduk negara-negara Dunia Ketiga (tidak termasuk Cina) menderita kekurang gizi. Sepertiga dari jumlah tersebut terdiri dari anak-anak berusia di bawah dua tahun. Mereka adalah penduduk dari negara-negara termiskin dengan tingkat pendapatan yang paling rendah. Pada masa 1990-an keadaan ini bahkan terus memburuk. Terutama di kawasan Afrika sub Sahara. Pada penduduk kawasan ini bahkan sering tidak memiliki sesuatu sekedar untuk mengganjal perut . wabah kelaparan telah melanda Afrika hingga berlarut-larut. Di Asia dan Afrika, lebih dari 60 persen penduduknya tidak mampu memenuhi kebutuhan kalori minimum yang diperlukan untuk hidup sehat. Diperkirakan bahwa kekurangan kalori tersebut sebenarnya bisa ditutup dengan 2 persen total padi-padian dunia. Hal ini bertentangan dengan pendapat umum yang menyatakan bahwa kekurangan gizi diakibatkan oleh terbatasnya produk bahan pangan dunia. Jadi sebenarnya yang menjadi penyebab timbulnya kelaparan dan kekurangan gizi bukanlah keterbatasan produksi bahan pangan, melainkan ketimpangan penyaluran bahan pangan sedunia. Secara umum dapat dikatakan bahwa kekurangan gizi dan buruknya kondisi di negara berkembang lebih disebabkan oleh kemiskinan, dan bukannya oleh kelangkaan produksi makanan, walaupun kedua faktor tersebut secara tidak langsung berkaitan .
7. Pendidikan
Di sebagian besar negara-negara Dunia ketiga, penyediaan fasilitas pendidikan dasar menjadi prioritas utama. Namun demikian, anggaran pengeluaran negara masih belum sepenuhnya diprioritaskan pada sektor ini. Walaupun jumlah penduduk usia sekolah yang telah menikmati pendidikan sudah banyak meningkat, namun tingkat buta huruf masih sangat tinggi apalagi jika bandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Sebagai contoh, di antara negara-negara yang paling terbelakang, tingkat melek huruf (kebalikan dari buta huruf) rata-rata hanya mencapai 45 persen dari jumlah penduduk (itu artinya tingkat buta hurufnya masih berkisar 55 persen). Untuk negara-negara Dunia Ketiga lainnya relatif sudah berkembang, tingkat melek hurufnya 64 persen. Sedangkan angka untuk negara-negara maju mencapai 99 persen.
Dewasa ini, di berbagai penjuru negara-negara Dunia ketiga, diperkirakan lebih dari 300 juta anak-anak terpaksa keluar (dropped out) dari bangku sekolah dasar dan menengah, karena berbagai alasan. Selain itu, sekitar 842 juta penduduk negara-negara Dunia Ketiga masih huruf, dan 60 persen diantaranya adalah wanita. Hal lain yang patut dicatat adalah materi-materi pendidikan yang diberikan kepada anak-anak itu pun acapkali kurang berhubungan dengan kebutuhan pembangunan nasional.
8. Produktivitas yang Rendah
Disamping standar hidup yang rendah, negara-negara juga menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja (Labor productivity). Rendahnya tingkat produktivitas ini disebabkan oleh beberapa hal seperti:
Sumber Daya Manusia yang Tidak Memadai
Sebelum membahas masalah ini, perlu dijelaskan di sini sebuah prinsip dalam ilmu ekonomi yang disebut dengan produktivitas marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal productivity). Menurut prinsip ini, jika beberapa faktor produksi variabel (faktor produksi yang berubah-ubah seperti faktor produksi lainnya tetap (seperti daktor modal, tanah dan bahan baku), maka seperti melewati suatu titik tertentu, setiap tambahan suatu produk (marginal product uotput) yang bersumber dari penambahan faktor variabel tersebut akan menurun. Atas dasar prinsip ini, kita dapat menebak bahwa rendahnya produktivitas tenaga kerja di nuegara-negara Dunia Ketiga disebabkan kurangnya oleh faktor-faktor atau “pelengkap” seperti modal dan/ kecakapan SDM yang penuh pengalaman. Hal ini tentu saja membuat faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah, dan tenaga kerja tidak berkembang.
9. Kesehatan Fisik yang Rendah
Banyaknya produktivitas di kebanyakkan negara-negara berkembang bersumber dari lemahnya kektuatan dan kesehatan fisik para pekerja yang merupakan akibat dari rendahnya tingkat pendapatan. Dengan pendapatan yang pas-pasan, tentu saja sangat sulit bagi mayoritas penduduk negara-negara Dunia Ketiga untuk membeli dan mengkonsumsi makanan-makanan yang sehat dan padat gizi. Seperti kita ketahui, kekurangan gizi semasa anak-anak dapat membatasi mental dan fisik. Selain itu, menu makanan yang buruk dan tidak mencukupi, baik kualitas maupun kuantitasnya, serta standar higienis yang rendah, dapat menyebabkan kemunduran kesehatan tenaga kerja sehingga pada akhirnya nanti mempengaruhi sikap dan kesungguhan serta perhatian orang-orang yang bersangkutan terhadap pekerjaan maupun terhadap masyarakat di sekitarnya. Produktivitas yang rendah di banyak negara berkembang ternyata memang berhubungan langsung dengan kelesuan fisik maupun emosional, untuk menahan tekanan-tekanan persaingan dalam lingkungan kerja mereka sehari-hari.
10.Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Beban Ketergantungan yang Terlampau Tinggi
Pada tahun 1998 saja, total penduduk dunia telah mencapai 5,9 miliar jiwa, dan lebih dari empat perlima dari jumlah tersebut hidup di negara-negara Dunia Ketiga. Sedangkan orang yang menghuni negara-negara maju hanya seperlimanya. Diantara kedua negara tersebut terdapat perbedaan tingkat kelahiran maupun tingkat kematian yang sangat mencolok. Tingkat kelahiran yang dijadikan ukuran adalah tingkat kelahiran adalah tingkat kelahiran kasar (crude birthrate) yakni jumlah bayi yang lahir per tahun dan yang tetap hidup pada setiap 1000 penduduk. Tingkat kelahiran ini di negara-negara berkembang pada umumnya sangat tinggi yakni bekisar antara 30-40 untuk setiap 1.000 penduduk sedangkan angkanya di negara-negara maju kurang dari setengahnya.
Tingkat kematian (death rates), yakni jumlah orang yang meninggal tiap 1.000 penduduk pert tahun. Di negara-negara Dunia Ketiga juga relatif tinggi apabila dibandingkan angka dinegara-negara maju. Namun, berkat adanya usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi kesehatan dan pemberantasan wabah penyakit menular, kini selisih tingkat kematian antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju lebih kecil daripada perbedaan tingkat kelahiran. Namun, hal itu juga membawa akibat buruk, yakni rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun di negara-negara Dunia Ketiga menjadi begitu tinggi.
Salah satu dampak yang paling menonjol atas tingginya angka kelahiran negara-negara berkembang adalah sebagian besar penduduknya terdiri dari anak-anak yang berumur 15 tahun. Hal ini megakibatkan angkatan kerja produktif di negara-negara berkembang harus memelihara lebih banyak tanggungan dibandingkan dengan yang ada negara-negara kaya. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak, secara ekonomis disebut beban ketergantungan (dependency ratio). Artinya, mereka merupakan anggota masyrakat yang tidak produktif (biasanya berumur antara 15 hingga 64 tahun). Dinegara-negara berkembang ketergantungan itu mencapai sekitar 45 persen. Selain itu, di negara-negara berkembang, beban ketergantungan yang terdiri dari anak-anak hampir mencapai 90 persen, sedangkan di negara-negara kaya hanya 66 persen
sumber : http://www.klikharry.com/2012/11/27/masalah-ekonomi-di-negara-berkembang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar